Menahan diri,
Pada saat kita berbuat salah atau saat kita diterpa masalah secara tidak langsung kita menunjukkan kualitas diri kita, kulitas ilmu pengetahuan kita, kulitas emosional kita, kulitas pemahaman religius kita, kulitas orang tua kita, serta kulitas lingkungan.
Pada saat diuji dengan masalah yang sama banyak ekspresi manusia yang akan timbul, ada yang menyikapinya dengan amarah, angkara murka, sumpah serapah, tangisan kekecewaan, kesedihan, senang gembira, atau bahkan biasa-biasa saja. Mengapa hal ini terjadi? Ini terjadi mungkin karena perbedaan latar belakang kualitas diri kita, perbedaan tingkat kedewasaan dan banyak hal lain.
Contoh kasus adalah pesiar, pada saat jam pesiar dibatasi dengan durasi yang lebih pendek maka akan banyak ekspresi yang dilahirkan di kalangan praja. Bagi sebagian praja yang memiliki banyak kepentingan dan keperluan di luar mereka akan kecewa dengan kebijakan ini, tapi bagi praja-praja yang cabut pesiar, pembatasan waktu pesiar merupakan sebuah keberuntungan Karena akan menghemat tenaga dan financial.
Di sisi lain bagi praja yang tidak hobi pesiar hal ini sama sekali tidak berpengaruh besar bagi eksistensi kehidupan mereka, ada dan tidak ada pesiar bukan merupakan masalah gawat. Bagi mereka, masih banyak sisi kehidupan yang dapat membahagiakan mereka di dalam kampus,. Dalam kampus masih bisa jalan-jalan, bercanda, tidur-tiduran, ke KSP, foto-foto, membaca buku dan banyak hal lain yang justru lebih indah. (ga’nyambung.com)
Loginya adalah sisa hidup seorang Nindya Praja hanya tersisa kurang lebih dua tahun lagi belum lagi terpotong tagihan cuti, dan lain-lain. Maka akan lebih bijaksana apabila kita sikapi semua ini dengan logika “semua ada waktunya”. Sebab apabila kita sudah berada dalam episode purna praja, kita dapat pesiar setiap hari tanpa ada batasan waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar