Sabtu, 29 Januari 2011

aku menjauhi ayah

oleh Tha LiNa pada 16 Desember 2010 jam 10:35
 
 
 
bagi beberapa orang mungkin ini cuma hal kecil yang lebih pantas di taroh di gudang,
disimpan,
berdebu lusuh,
atau bahkan dibuang saja,
tapi bagiku...
aku akan membeli sebuah ukiran bingkai foto untuk dijadikan sebuah figura hati,
potret besar yang akan aku pertontonkan kepada dunia,
bahwa yang salah sebetulnya adalah aku.
.....
aku masih ingat kala ku masih kecil,
sekecil usia sebelum kelas tiga SD,
setiap hari minggu pagi aku selalu lari pagi dengan ayahku ke pusat kota,
di sana banyak berkumpul manusia yang haus akan kesehatan atau sekedar mencari suasana baru.
saat itu adik laki-lakiku masih terlalu bayi,
hingga ibu tidak bisa ikut,
awalnya..sebelum adik lahir, mama juga ikut lari pagi.
sekedar mencari hawa basah yang masih bersih.
yaa..itu saat aku masih menjadi anak tunggal,
saat aku masih bocah sekali.
kami lari pagi di subuh minggu.
aku senang.
saat itu ayah ibuku masih kuat berlari...
aku diolok-olok sebagai balita lelet,
ayah sombong sekali,
larinya paling kencang diantara kami,
mama finish nomer dua..
sedang aku,
setengah mati finish diurutan nomer tiga,
ah, bocah kecil.
ayah dan ibu sering mengolok-olok ku,
kata ayah aku sepupunya siput yang lelet dan lambat itu.
ahahahaaaaa.....
tapi aku senang.
setelah lari pagi itu,
kami biasa mampir di kedai makana "ketupat kandangan"
makanan khas daerah yang terbilang sudah membudaya.
kami makan untuk sekedar mengisi perut sambil memesan teh manis panas.
brrrr.....
panas dan bikin keringat bercucuran.
tapi..kenyang dan sehat.
hahahaaaaa...
......
waktu itu hawa subuh kota masih sangat asri dan segar,
aku ingat saat itu aku berumur kelas satu sampai dengan kelas tiga SD,
kotaku masih bersih dan masih berembun yang bening.
ayah ibuku suka menghirupnya,
aku pasti mengikuti tingkah polah mereka.
aku bocah kecil yang masih terlalu lugu untuk mampu berfikiran logis.
.....
itu terjadi kurang lebih 13-15 tahun yang lalu.
aku suka itu.
tapi tunggu,
sekarang sudah lain jalan ceritanya.
hari minggu pagi ayah dan ibu hanya bangun pagi,
mereka sudah tak mampu lagi berlari,
hanya aku dan adik laki-lakiku,
ayah dan ibu memiliki hobi baru,
untuk hanya sekedar merapikan tanaman, atau menyiraminya.
nafasnya mereka sudah lelah,
sekarang, ayah sudah tak bisa lagi bekerja terlalu lelah,
ibu sudah tak kuat terlalau banyak mengangkat barang,
aku sadar..
mereka sudah menua,
dan aku sudah beranjak dewasa,
lebih tepatnya harus belajar dewasa.
.....
kali ini aku ingin membahas sosok ayah,
iya...
sosok ayah.
sosok yang kita banding-bandingkan dari kasih sayang ibu,
padahal ayah juga sangat mencintai kita,
akan tetapi cara beliau yang berbeda.
beliau lebih banyak diam.
itulah wibawa ayah dalam suatu keluarga.
pasti berbeda dengan ibu,
mereka punya cara masing-masing.
.....
ada banyak hal konyol yang ayah lakukan kepadaku saat aku masih bocah ingusan...
jujur aku sangat merindukan hal itu lagi,
kangen sekali...
tapi dunia berkata itu tidak mungkin terjadi lagi.
aku masih ingat saat kecil aku sering bertanya soal jakun ayah,
aku bingung..kenapa mama tidak ada jakunnya....?!
itu lucu bagiku,
hahah..
ayah selalu menjawab konyol,
jakun itu tumbuh saat ia tertelan biji duren,
kata ayah...ia tak mampu lagi mengeluarkannya hingga nyangkut di sana.
aku memaksa ayah menelannya..
mengambilkan beberapa gelas air putih yang diisi penuh.
ayah berpura-pura menelan sampai matanya melotot,
aku takut dan kasihan,
tapi tetap tidak bisa..
tak bisa ditelan...?
lalu mataku terbelalak tanda kagum...
ayah hebat...bisa menelan biji duren.
lain waktu aku sering ingin mencobanya,
mencoba menelan biji duren,
agar aku bisa seperti ayah..
omaaaaaaaaaaa......?????!!!!
ibuku menjerit marah-marah,
ini gara-gara jawaban konyol ayahku saja.
waktu itu, aku panik tak mengerti masalah orang dewasa,
ayah hanya tertawa terbahak-bahak di ujung meja makan.
aku tak mengerti.
?????
.......
pernah juga suatu hari saat aku naik kelas,
ayah membelikan aku tas satria baja hitam.
hey......! kenapa jadi begitu?
aku tak faham.
itu tas anak laki-laki,
tapi...aku tak terlalu faham, aku pakai saja ke sekolah.
sampai di sekolah aku malu tak punya muka,
seisi kelas mentertawakanku,
aku...tertunduk dan dapat julukan baru "si tomboy"
tapi..tak apa, aku tetap memakainya.
sesampai di rumah aku ceritakan pada ayah,
ayah tertawa lagi...!!!
lagi, dan lagi...
kali ini air mukanya sampai merah geli,
ibu marah besar lagi.
kali itu, aku tak faham lagi urusan orang dewasa.
ayah kembali bikin ulah,
membuatku jadi anak bocah percobaan.
ibu marah, ayah hanya tertawa.
aku pun bingung.
payah.
......
suatu malam aku ketakutan sampai mau menangis,
nilai matematikaku hari itu dapat angka enam,
ayah marah,
mukanya menyeramkan.
alisnya menyatu,
matanya tajam menatapiku,
marah.
aku panik ingin menangis,
takut ayah berubah wujud.
(kira-kira jadi apa?)
terlalu banyak nonton kartun..)
ahhhh.....parah.
aku dihadapkan pada meja belajar,
ditunggui ayah sampai jam sembilan malam,
belajar,
hufffffhhhh..
ngantuuuuuk dan pengen nonton TV,
tapi...
ini disuruh belajar.
mengulang pelajaran hari itu,
mengerjakan semua soalnya,
lalu menulisnya di halaman selanjutnya.
aku takut,
berapa kali aku tidak konsentrasi,
matematika ini lebih rumit dari pada membuat masak-masakan!
hm..
ini masih bocah,
masih SD.
lama,
diam,
menghitung,
menambah,
bla..bla..bla..
mengali, membagi, dan seterusnya,
kadang salah,
ayah menegrutkan kening lagi,
aku takut..
adik laki-lakiku kadang merengek karena masih bayi,
ah,, tangisannya mengganggu saja!
tapi..
akhirnya aku selesai juga.
wajah ayah datar,
tapi sudah tak marah,
beliau mengultimatum aku!
tidak boleh dapat nilai jelak lagi,
aku mengangguk.
takut bikin ulah lagi.
ampun....
kapok.
...........
di lain waktu,
aku sering merengek minta ajari bersepeda,
tak tahu diri meski ini siang hari panas yang merah,
aku tak peduli,
tetap merengek,
aku ingat,
esok harinya ayah membeli dua topi,
supaya kami dapat belajar siang-siang mengurangi panas.
hufffh...
aku senang,
meski sering ragu-ragu,
tapi aku yakin aku tak akan jatuh.
"ada ayah di belakangku"
ibu kadang mencegah kami,
aku tak terlalu peduli,
aku merengek dengan ayah,
setelah itu ayah kabulkan,
dengan syarat habis ini tidur siang,
aku jawab "beres"
mama sering mengerutkan kening menontoniku,
tapi....aku balas dengan senyumku yang masih ompong.
"hahahaaa...dadah mama..."
......
beberapa kisah masih banyak dalam neuron syarafku,
aku masih ingt detail ceritanya,
tapi kali ini cukup itu yang aku biaskan.
......
sekarang ayah sudah menua,
aku tangkap banyak garis umur di wajahnya,
kadang aku khawatir dengan kesehatannya,
ayah sudah banyak memikirkan kehidupan kami,
kebutuhan kami semakin banyak,
aku dan adikku sudah dewasa,
aku sadari itu,
sekarang beliau mudah sekali berkeringat,
sudah mudah lelah,
semangat beliau berjalan tak secepat dulu lagi,
hari minggu pagi beliau sudah tak cepat lagi berlari,
doa-doa beliau semakin panjang dan banyak untuk keluarganya,
pola makannya sudah berubah,
tak bisa lagi terlalu banyak minum gula,
aku kaget.
tapi itu tanda manusia mulai menua,
beliau menua,
wajahnya semakin teduh,
aku akui.
banyak tanggung jawab dan kewajiban yang beliau terima,
konsekuensi kepala keluarga.
aku sadar itu.
.....
hanya saja,
aku mulai menjauh,
sekarang,...aku tak lagi leluasa bercanda dengan ayahku,
ada banyak rasa sungkan dalam hatiku,
ah....
anak yang payah!
beliau tak lagi mengantar ku ke sekolah,
karena sekarang sudah aku dewasa dan jauh berjalan menimba ilmu baru,
aku ingin lari pagi lagi bersama..
tapi ayah sudah tak kuat,
ayah sudah tidak sanggup sebagai pelari pertama lagi,
aku sadari itu,
aku kaget saat mama mencabut tiga lembar uban di rambut ayah,
aku kaget,
aku panik,
"ko bisa yah?"
ayah hanya tersenyum..
itu tanda manusia menua,
aku panik,
aku sudah terlalu JAUH,
aku sudah terlalu CUEK,
aku sudah terlalu APATIS.
aku BERSALAH.
.....
aku jarang untuk meluangkan waktu sekedar bertanya bagaimana kabar hatinya hari ini..
bagaimana perasaan ayah hari ini,
tidak mengucapkan selamat tidur untuknya,
tidak mengingatkan ia untuk makan, atau waktu sholat.
aku sering sungkan mengucapinya selamat ulang tahun.
padahal ayah tak pernah absen hingga ultahku yang terkhir tadi,
aku tidak ini,
aku tidak itu,
padahal beliau ayahku sendiri,
ayah yang sangat mencintai anaknya.
ah....
pilu.
parah.
payah.
kalah.
......
aku semakin dewasa,
ayah semakin menua,
ada banyak kisah yang membuatku terlalu mencintainya,
ayah orang pertama yang mengajariku berhitung,
ayah orang pertama yang mengajariku membaca, menulis, menyanyi,
ayah yang selalu memenuhi seluruh kebutuhanku, dari aku lahir..
ah...
terasa durhaka sekali..
aku hanya sering berbicara, mengingatkan pada hatiku,
jangan pernah mendurhakainya,
jangan mengingatnya hanya untuk meminta uang!!
ayah itu bukan mesin ATM !!!!!
bukan robot sekehendak hati kita!!!
aku naik pitam jika ingat hal ini,
bukan berarti aku lebih baik,
hanya..
aku tak terbiasa mendengar seorang anak memperlakukan ayahnya begitu,
kenapa tidak menyediakan waktu hanya untuk menelpon ayah????!!!
sedang untuk teman atau orang lain kita bisa!!
kenapa tidak mengingatkan ini sudah waktu sholat atau makan..????!!!
sedang untuk orang lain kita bisa!!
kenapa berbicara kasar dengan ayah?????!!!!!!!
sedang dengan yang lain atau dengan teman kita santun!!!
ah, itu bulshit.
itu palsu!
itu durhaka!
hm....aku sering memaki-maki hatiku,
takut kata atau sikapku melukai ayahku.
....
aku membatin,
menahan tetes air mata dosaku...
segera datangi ayah...
raih punggung tangannnya dan meminta ampun maaf dihadapannya,
bersimpuh rendah di sisinya..
tak sadar aku telah banyak mendurhakainya,
aku tak bisa membahagiakannya,
apalagi untuk sekedar membanggakannya.
itu masih jauh.
segera katakan kepada ayah,
bahwa "aku mencintainya"
aku tak akan pernah tahu,
siapa yang lebih dahulu mengahkiri episode hidupnya
siapa tahu besok aku mati..!!
aku mati sebagai anak durhaka??
nauzubillah..
semoga ayah dipanjangkan dan disehatkan selalu.
aku mencintaimu.
aku tak mampu berkata banyak..
"ayah..."
"aku meminta maaf,,"
"bersujud berterima kasih,"
"dan banyak meminta tolong."
"aku ... anakmu...terlalu mencintaimu.."


martapura,
10 muharram 1432 H
(untuk sekerat hatiku yang masih belajar membahagiakan ayahandanya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar