Sabtu, 29 Januari 2011

ayah menipuku dalam diam.

oleh Tha LiNa pada 26 November 2010 jam 17:05
 
 
 
Suatu hari aku mendapat sedikit keberuntungan dalam juara kenaikan kelas.
Lumayan.
Menyenangkan hati ayah ibuku.
Sebagai bukti nyata bahwa selama ini aku anak baik-baik.(menurut teori ayah)
(tidak suka nonton tv.) padahal pengennya minta ampun nah…
Ahaha..
Itu saat usia anak SD.
Tv seolah menjadi barang makruh dalam hidupku.
Pokoknya habis magrib WAJIB belajar,
Didampingi ayah.
(wajib konsentrasi)
Kalau tidak awas akan keluar kalimat pedas ayah.
Hm..takut. (sedikit)

Yap.
Belajar.
Mengerjakan PR.
Banyak unsur keterpaksaan dalam sudut batinku,
Tapi..
Sudahlah..
Dari pada panjang berurusan dengan ayah.

Akhirnya.
Lumayan.
Pas waktu pembagian rapot SD.
Hasilnya lumayan.
Ayah tersenyum..
Ahaha..(ayah. Ada2 saja) tapi diam2 aku suka.

Hari itu temanku yang prestasinya sedikit di bawah dari aku,
Sedikit. (Cuma selisih beberapa angka dibawahku)
Tidak pantas dibanggakan)
Mendapat hadiah special dari ayahnya.
Boneka panda.
Yang ukuran anak SD tidak bisa dipeluk.
Ampuuuuuun besar sekali.
Hm….

Aku menarik nafas,
Setengah ditahan,
Tapi cukup panjang.
Aku ingat itu.
Ingat sekali malah..
Aku ingin seperti itu.

Akhirnya aku pulanglah ke rumah,
Melapor dihadapan ayah..
Aku dapat nilai yang lumayan,
Tidak memalukan ayah sebagai sensei belajarku,
Dengan langkah pelan dan pasang muka memelas,
Aku berbicara dengan ayah,
Tepatnya dengan maksud juga ingin meminta hadiah.,
Haha(licik)
Aku sok dewasa seukuran anak SD, menggombal di sisi ayah..
Haha..
Rayuan maut si putri sulung.
Ayah mulai terpancing..
Angkat bicara..
Tapi wajahnya tidak terlalu bersinar,
Ada gurat tertahan di sana..
Ada kalimat yang ingin ia tahan..
Air mukanya agak merah sedikit padam.
Apa ini..
Aduh, cek-cek salah bicara neh.
Gawat.
Jangan sampai ayah sakit hati..
Kacau nanti.
Bisa tidak belanja di sekolah sebulan.
(haha..prasangka buruk)

Lama.
Hening.
Tertahan.
Akhirnya ayah memulai komentarnya..
“Lin.. ada maksud apa kamu bercerita temanmu di hadapan ayah..?
Ini cerita tulus, atau kamu punya maksud tertentu..?

Omaaaa. Aku mati gaya.
Mati langkah.
Sesak nafas.
Malu.
Ketahuan ayah.
Daging di wajah langsung menebal.
Tahan nafas, tapi takut mati.
Mau tutup muka, tapi sudah terlanjur di tatapi ayah dalam-dalam.
Ingin menarik kata2, tapi sudah terlanjut termuntahkan.
Akhirnya….

Lama.
Aku diam,
Memutar otak setengah pintarku,
Mencari referensi kata yang pas.
Tepat. Tidak berbelit.
Agar ayah tidak tersinggung.
Dan yang paling penting.
Keinginanku dituluskan ayah.
Aku ingin..
Hadiah.
Sama seperti temanku,
Yang notabenya lebih unggul aku.. “sedikit”
Tidak banyak.

Aku perlahan menatapi mata ayahku..
Hm….
Agak sungkan..
Aduh, sudah terlanjur basah kalap terendam nih,
Bagaimana.????
Akhirnya aku berujar,
Sok pasang muka iba.)
“Ayah…jujur, aku ingin seperti temanku.. mendapat hadiah dari ayahnya..
Aku tau ini berlebihan, ternya aku licik. Belajar hanya untuk mendapat hadiah..
Tapi…aku anak-anak biasa, aku ingin hadiah yah..
Terserah ayah saja..

Diam.
Hening.
Lama…

Ayah menjawab,
“baiklah”.. tapi aku tidak dapat memberimu hadiah yang besar dan mahal..
Kewajibanku masih banyak yang belum ku penuhi, ibumu belum dapat jatah uang belanja sepenuhnya., jadi tunggulah dalam minggu ini.. ya..? tidak apa kan..? kecewa?
Aku menjawab,
“ia ayah.. aku akan menunggu. Tapi aku Tidak kecewa.. ini sudah cukup.

Hm..
Sejak kecil aku memang susah meminta,
Aku tidak pandai merangkai kata untuk kuterbitkan di bibir..
Aku tau persis kondisi keluargaku,
Hawa romansa tiap sudut ruangan rumahku..
Aku tau hawa metamorfik personifikasi watak ayah bundaku.
Mereka itu..
“tidak suka banyak bicara, sehingga tidak suka banyak meminta”
Akhirnya akulah yang menjadi tetesan darah keduanya.
“sulit berkata-kata”
Putri sulung yang gagu meminta.

Setelah peristiwa “permohonan hadiah terselubung” itu ku lakukan,
Kehidupanku normal seperti biasa..
Bahkan aku hampir2 lupa,
Ayah terlalu lama mematok waktu,
Tidak instan seperti temanku,
Habis bagi rapot langsung ziarah ke toko boneka,
Sedang aku…. Harus menerima azab penantian satu minggu.
Azab? (batinku tersiksa..untuk ukuran anak SD haus mainan)
Ya Tuhan… ayah, ayolah… aku menyerah, terserah sudah permen juga tidak papa..
Aku sudah agak lelah, aku anak-anak..
Satu minggu itu repot.
Teman sepermainanku sudah bertengger dengan hadiah kenaikan kelasnya..
Aku?
Hm…hanya bermain perang-perangan dengan adik laki-lakiku,
Ampun.
Ayah bunda..
Lihatlah penantian putri sulungmu..
Yang SETENGAH berprestasi ini..
Hedeeeeeh,

Seminggu berjalan.
Tidak ada tanda-tanda ayah akan melahirkan hadiah untukku.
Hm…
Kayanya gagal
Mungkin ayah lupa,
Atau
Ayau hanya menggombali putrinya saja..
Sudahlah.
Berhenti berharap,
Toh kerja kerasku tak dianggap,
(batinku mulai menyedih..)
Prasangka buruk.
Ayah..maaf, ini terlalu lama.

. . . . .

Hari minggu,
Seperti biasa,
Mama membuka pintu kamarku, dan…jendela kamarku sekitar jam 5 subuh.
Ayo, bangun!! Sholat.
Hari minggu Tuhan itu tidak belibur dan diremehkan (kata mama)
Hm….
Setengah dongkol, masih ngantuuuuuuuuKKKKK.
Ini minggu,, santai…..
Tapi????
Ah,wanita yang pelit dispensasi.
Aku bangun.
Mandi.
Sholat.
Dll..
Hingga makan pagi..(bersama2)
Yang sudah disiapkan mama..
Biasa saja waktu itu,
Habis makan, si anak SD boleh nonton tv.
Cuma hari minggu aku jadi sapi betina pemalas di rumah,
Boleh nonton tv agak lama.
….
Lama aku berkuutat remote tv dengan adik laki-lakiku,,
Haha beradu film di beda chenel tv,
Aku suka conan, dia suka dragon ball.
Parah.
Otak kami memang tidak terlalu waras dan dibanggakan.
Tontotan kami tidak berkualitas tinggi.
Hahhahaa…
Aku berebut bantal lagi dengan adikku,
Akhirnya kami nonton tv berbaring satu bantal,
Dia usil sekali, sering mengacak2 rambut anehku.
Hedeeeeh..
Aku sering dibuat naik pitam
Tapi jujur aku mencintai bocah laki2 itu.
Adik laki-lakiku (tercinta, dan..terusil)
…..
Tiba-tiba ayah memanggilku,
Sumber suara sepertinya di teras,
Hah? Ayah ngapain..?
Oh..ternyata lagi menyirami tanaman tercintanya,
Aku menghampiri dan berkata,
“ia ayah..ada apa..?
Ayah lalu menjawabnya..dengan ekspresi santai..
“ganti bajumu..kita jalan-jalan.”
Aku binggung setengah panik, tapi kutahan kuat-kuat.
Mengatur pernafasan yang tersendat sejenak, lalu mengeluarkan kalimat,
“hm..dalam rangka apa ayah?” adik ikut..?
Ayah menjawab, “ayah ada keperluan, nanti kamu bantu membawa.. adik tidak usah ikut, biar di rumah.. tadi mama sibuk memotong2 sayur, biasa..hari minggu, agak special makanannya.”
Aku mengangguk setengah..k.e.c.e.w.a…
Ternyata Cuma di suruh bantu membawa. Pasti barang! Hm…aku membatin di sudut pilu. Aku mendadak dongkol diam-diam.
Tapi, aku tetap ganti bajuku, aku paling takut membantah ayahku. Aku sangat penurut. (jujur)
Kami pergi berdua, ayah tumben pergi tidak membawa motornya, kali ini kami naik becak pa Amin, tetangga yang biasa mangkal di depan komplek. Tuhan…. Apa-apa lagi ini? barang apa yang mau dibawa hingga pakai becak.. wajahku memburam. Banyak diam. Banyak menunduk. Banyak berprasangka.
Aku mulai betul-betul-betul kecewa dengan ayah diam-diam.
Akhirnya kami tiba di pasar.ayah membayar upah yang telah dilakukan oleh pa Amin. Ayah membawa ku ke toko2, tidak jelas mau beli apa. Seolah tanpa tujuan. Kakiku mulai lelah. Ingat, aku masih anak SD. Hm…… ayah…ayolah…setan di sudut hatiku mulai bergejolak ingin mengamuk, aku lelah nih.,
Setelah itu kami mampir di toko sepeda. Ayah mulai memegang beberapa sepeda, aku diam. Malas melihatnya. Aku cape. Tiba-tiba ayah menghampiriku dan bertanya..”masih suka warna biru atau putih?” aku Cuma mengangguk malas, lelah,kecewa.
Ayah memilih satu sepeda tanggung, warnya biru.
Eh, ternyata beliau membeli sepeda ukuran tanggung, kalu ku naiki bisa ko..
Eh, kuperhatikan pelan, beliau membayar. eh, ternyata beli sepeda to? Ekspresiku datar.
Setelah membayar ayah meraih tanganku,dan mengajakku pulang.
Ya..naik sepeda.
Jarak antar rumah dan pasar lumayan jauh, ternyata ayah ingin naik sepeda pulang ke rumah, ya sudahlah… aku diboncengnya. Asik juga, ukuran sepedanya tanggung, kalau aku bisa bersepeda, pasti aku akan jalan-jalan (batinku)
Kami pulang naik sepeda.
Aneh.
Ayahku,…ada-ada saja.
Tiba di depan taman kota, ayah menghentikan sepeda dan memintaku turun.
Ternya beliau ingin beistiraha sejenak,
Beliau membelikanku ek krim. 2 buah, kami makan es krim satu-satu.
Haha aku terhibur,
Meski masih dongkol dan kecewa..(sedikit), tapi agak impas disogok ayah dengan es krim pelangi. hahaha anak kecil,
gampang diambil hatinya,

ayah diam menati wajahku pelan-pelan dan mulai angkat bicara:
"Lin. masih ingat permintaanmu seminggu yang lalu?
aku menjawab:
"hm...ia, tapi aku sudah terlanjur tidak lagi mengharap, mungkin es krim ini sudah cukup. jala-jalan hari ini sudah cukup, itu hadiah dari ayah..es krim dan jalan-jalan."
ayah mengulum senyumnya yang terlalu teduh, lalu kembali berbicara:
"haha...terlalu banyak menjawabi ayahmu sendiri, perempuan itu jelek bila banyak bicara.. panjang sekali jawabanmu, hm...baiklah, es krim itu hanya bonus, jalan-jalan itu cuma bungkus kadonya saja, mau tau hadiahnya apa?"

hm...aku mendadak pusing tujuh setengah keliling (lebay)
lalu ku jawab pertanyaan ayah yang memancing nalarku,
"belum tau ayah, apa hadihnya?"
ayah lalu mengeluarkan sesuatu dari dompetnya,
aku berpikiran buruk lagi,
jangan-jangan hadihnya cuma uang lima ratus rupiah yang gambar monyet,)
hm...
ternyata e..eh.. bukan.
ayah memberiku kunci.
apa lagi nih?
oh, kunci serap sepeda,.
ayah lalu angkat bicara,
"sepeda itu adalah hadiah dari ayah dan ibumu.."
bagaimana?"
aku gagu, salah tingkah, mau tersenyum tapi sudah banyak dosa prasangka,
akhirnya cukup mengangguk dan menahan kuat-kuat air mata yang HAMPIR turun,
aku cuma MAMPU berucap:
"ayah..terimakasih, maaf sudah aneh  seminggu ini"
ayah menatapi bola mataku agak dalam..beliau sumringah tertahan melihat KELAKUAN konyol putri sulungnya,
ayah lalu berkata:
jujur, yang menjadi hadiah sesungguhnya bukan sepedanya..tapi KUNCInya,
dengan satu KUNCI yang tepat, kamu dapat membelah setiap sudut jalan, menikmati similir angin naik sepeda dan bersenang-senanglah..
kamu tahu rahasia KUNCInya, maka kamu akan dapat banyak cara menggunakannya.

aku diam..
hening.

tak ada kalimat yang mengharu biru membatin di sudut jantung hati jasadku yang masih seumur SD,
kecuali..
sungguh...
ayah telah mengajarkanku menjadi orang SABAR kali ini.
aku belajar cara MENUNGGU yang hampir gila,
aku belajar cara menahan angkara murka prasangka busukku,
dan.. aku tau bahwa ayah mengajariku untuk berusaha dulu, baru meminta,
hasil dan hadiah itu hanya EFEK SAMPING saja,
sisanya..
aku menang.

yang penting ayah sudah tersenyum.
dan diam-diam aku menangis.
bahagia.

1 komentar:

  1. :) touchy banget, suer :D
    orangtua memang selalu berusaha bikin anaknya bahagia ya. :)

    bhineka nara eka bhakti :)

    BalasHapus