Sabtu, 05 Februari 2011

Meminta warisan kepada ibu.

oleh Tha LiNa pada 09 Desember 2010 jam 9:37
 
 
 
 
 
 
 
 
Cita-citaku sangat sederhana,
Bahkan terlampau sederhana.
Aku hanya ingin seperti ibuku.
Menjadi kehagatan dalam selimut keluarganya.
Menjadi api saat kami semua beku dalam siksa musim dingin.
Menjadi air saat kami semua haus dalam derita musim tandus.
Menjadi pensil warna saat kami semua tawar dalam bias hitam dan putih.
Menjadi cahaya saat kami semua buta dalam kerangkeng pekatnya gelap.
……..
Aku hanya ingin mewarisi “karakteristik” ibuku hingga sum-sum tulang belakangku.
Bagiku itu warisan yang tak ternilai harganya.
Rasanya tak ada satupun yang ingin aku lewatkan.
Aku terlampau mengagumi ibuku sendiri,
Bahkan aku seolah tak mau peduli,
Aku tutup mata tutup telinga dengan sosok jutaan wanita lain di muka bumi ini.
Mereka semua hebat!!
Aku akui,
Aku membungkukkan badan.
Aku angkat topi.
Tapi,
Diantara ribuan wanita hebat itu tak ada satupun yang mampu mempertaruhkan nyawanya untuk aku,
Tak ada yang mau,
Tak ada yang mampu,
keculi ibuku!
Tak ada satupun wanita di dunia yang rela tidak tidur satu malam penuh hingga pagi,
Hanya untuk menungguiku saat ku terkapar sakit di atas tempat tidur!
Tak ada satupun wanita di dunia yang sanggup menerima kenakalan dan egoismeku hingga aku dewasa!
Tak ada satupun wanita di dunia yang ikhlas merawatku walau aku anak bebal!
Suka menjawab pertnyataan yang tak pantas dijawab.
Tak ada satupun wanita di dunia yang menerima keadaanku yang tidak bisa dibanggakan!!!!
Tak ada prestasi, hanya caci maki.
Tak ada satupun wanita di dunia yang sama seperti ibuku!
……
Wajar jika aku ingin seperti ibuku.
Mengagumi ibu sampai aku mati.
Mencintai ibu sampai sel-sel tubuhnya.
Menghormati ibu sampai helai rambutnya yang sudah rontok.
Mengagungkannya hingga bekas telapak kakinya.
Menciuminya hingga ujung telapak kakinya.
Itu wajar.
Bahkan…
Itu wajib bagiku.
……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar